BAB
1
1.
Latar Belakang
Narkoba (NAPZA) asalah penyalahgunaan NAPZA semakin
banyak dibicarakan baik di kota besar maupun kota kecil di seluruh wilayah
RepublikIndonesia. Peredaran NAPZA sudah sangat mengkhawatirkan sehingga cepat
atau lambat penyalahgunaan NAPZA akan menghancurkan generasi bangsa atau
disebut dengan lost generation (Joewana, 2005). Faktor individu yang
tampak lebih pada kepribadian individu tersebut; faktor keluarga lebih pada
hubungan individu dengan keluarga misalnya kurang perhatian keluarga terhadap
individu, kesibukan keluarga dan lainnya; faktor lingkungan lebih pada kurang
positifnya sikap masyarakat terhadap masalah tersebut misalnya ketidakpedulian
masyarakat tentang NAPZA (Hawari, 2003).
Dampak yang terjadi dari faktor-faktor di atas
adalah individu mulaimelakukan penyalahgunaan dan ketergantungan akan zat. Hal
ini ditunjukkan dengan makin banyaknya individu yang dirawat di rumah sakit
karena penyalahgunaan dan ketergantungan zat yaitu mengalami intoksikasi zat
dan withdrawal. Peran penting tenaga kesehatan dalam upaya menanggulangi penyalahgunaan
dan ketergantungan NAPZA di rumah sakit khususnya upaya terapi dan rehabilitasi
sering tidak disadari, kecuali mereka yangberminat pada penanggulangan NAPZA (DepKes,
2001).
Berdasarkan permasalahan yang terjadi di atas, maka
perlunya peran serta tenaga kesehatan khususnya tenaga keperawatan dalam
membantu masyarakat yang sedang dirawat di rumah sakit untuk meningkatkan pengetahuan
dan kemampuan masyarakat tentang perawatan dan pencegahan kembali
penyalahgunaan NAPZA pada klien. Untuk itu dirasakan perlu perawat meningkatkan
kemampuan merawat klien dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yaitu
asuhan keperawatan klien penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA (sindroma
putus zat).
B. Tujuan Penulis
1.
Mampu
BAB
II
A.
Pengertian Penyalahgunaan Zat
Penyalahgunaan zat adalah penggunaan zat secara
terus menerus bahkansampai setelah terjadi masalah. Ketergantungan zat
menunjukkan kondisi yang parah dan sering dianggap sebagai penyakit. Adiksi
umumnya merujuk pada perilaku psikososial yang berhubungan dengan ketergantungan
zat. Gejala putus zat terjadi karena kebutuhan biologik
terhadap
obat. Toleransi adalah peningkatan jumlah zat untuk
memperoleh
efek yang diharapkan. Gejala putus zat dan toleransi
merupakan
tanda ketergantungan fisik (Stuart & Sundeen, 1998).
B.
Rentang Respons Gangguan Penggunaan NAPZA
Rentang
respons ganguan pengunaan NAPZA ini berfluktuasi dari
kondisi
yang ringan sampai yang berat, indikator ini berdasarkan perilaku
yang
ditunjukkan oleh pengguna NAPZA.
Respon
adaptif Respon Maladaptif
Eksperimental
Rekreasional Situasional Peyalahgunaan Ketergantungan
(Sumber:
Yosep, 2007)
Eksperimental:
Kondisi
pengguna taraf awal, yang disebabkan rasa
ingin
tahu dari remaja. Sesuai kebutuan pada masa tumbuh kembangnya,
klien
biasanya ingin mencari pengalaman yang baru atau sering dikatakan
taraf
coba-coba.
Rekreasional:
Penggunaan
zat adiktif pada waktu berkumpul dengan
teman
sebaya, misalnya pada waktu pertemuan malam mingguan, acara
ulang
tahun. Penggunaan ini mempunyai tujuan rekreasi bersama temantemannya.
Situasional:
Mempunyai
tujuan secara individual, sudah merupakan
kebutuhan
bagi dirinya sendiri. Seringkali penggunaan ini merupakan
cara
untuk melarikan diri atau mengatasi masalah yang dihadapi.
Misalnya
individu menggunakan zat pada saat sedang mempunyai
masalah,
stres, dan frustasi.
Penyalahgunaan
Asuhan
Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa
3
Penyalahgunaan:
Penggunaan
zat yang sudah cukup patologis, sudah
mulai
digunakan secara rutin, minimal selama 1 bulan, sudah terjadi
penyimpangan
perilaku mengganggu fungsi dalam peran di lingkungan
sosial,
pendidikan, dan pekerjaan.
Ketergantungan:
Penggunaan
zat yang sudah cukup berat, telah terjadi
ketergantungan
fisik dan psikologis. Ketergantungan fisik ditandai
dengan
adanya toleransi dan sindroma putus zat (suatu kondisi dimana
individu
yang biasa menggunakan zat adiktif secara rutin pada dosis
tertentu
menurunkan jumlah zat yang digunakan atau berhenti memakai,
sehingga
menimbulkan kumpulan gejala sesuai dengan macam zat yang
digunakan.
Sedangkan toleransi adalah suatu kondisi dari individu yang
mengalami
peningkatan dosis (jumlah zat), untuk mencapai tujuan yang
biasa
diinginkannya.
C.
Jenis-Jenis NAPZA
NAPZA
dapat dibagi ke dalam beberapa golongan yaitu:
1.
Narkotika
Narkotika
adalah suatu obat atau zat alami, sintetis maupun sintetis yang
dapat
menyebabkan turunnya kesadaran, menghilangkan atau mengurangi
hilang
rasa atau nyeri dan perubahan kesadaran yang menimbulkan
ketergantungna
akan zat tersebut secara terus menerus. Contoh narkotika
yang
terkenal adalah seperti ganja, heroin, kokain, morfin, amfetamin,
dan
lain-lain. Narkotika menurut UU No. 22 tahun 1997 adalah zat atau
obat
berbahaya yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik
sintesis
maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan
maupun
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan
rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan
(Wresniwiro
dkk. 1999).
Golongan
narkotika berdasarkan bahan pembuatannya adalah:
1)
Narkotika alami yaitu zat dan obat yang langsung dapat dipakai
sebagai
narkotik tanpa perlu adanya proses fermentasi, isolasi dan
proses
lainnya terlebih dahulu karena bisa langsung dipakai dengan
sedikit
proses sederhana. Bahan alami tersebut umumnya tidak boleh
digunakan
untuk terapi pengobatan secara langsung karena terlalu
berisiko.
Contoh narkotika alami yaitu seperti ganja dan daun koka.
Bab
1: Asuhan Keperawatan Klien dengan Penyalahgunaan dan Ketergantungan...
4
2)
Narkotika sintetis adalah jenis narkotika yang memerlukan proses yang
bersifat
sintesis untuk keperluan medis dan penelitian sebagai
penghilang
rasa sakit/analgesik. Contohnya yaitu seperti amfetamin,
metadon,
dekstropropakasifen, deksamfetamin, dan sebagainya.
Narkotika
sintetis dapat menimbulkan dampak sebagai berikut:
a.
Depresan = membuat pemakai tertidur atau tidak sadarkan diri.
b.
Stimulan = membuat pemakai bersemangat dalam beraktivitas
kerja
dan merasa badan lebih segar.
c.
Halusinogen = dapat membuat si pemakai jadi berhalusinasi yang
mengubah
perasaan serta pikiran.
3)
Narkotika semi sintetis yaitu zat/obat yang diproduksi dengan cara
isolasi,
ekstraksi, dan lain sebagainya seperti heroin, morfin, kodein,
dan
lain-lain.
2.
Psikotropika
Menurut
Kepmenkes RI No. 996/MENKES/SK/VIII/2002, psikotropika
adalah
zat atau obat, baik sintesis maupun semisintesis yang berkhasiat
psikoaktif
melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Zat
yang
tergolong dalam psikotropika (Hawari, 2006) adalah: stimulansia
yang
membuat pusat syaraf menjadi sangat aktif karena merangsang
syaraf
simpatis. Termasuk dalam golongan stimulan adalah amphetamine,
ektasy
(metamfetamin), dan fenfluramin. Amphetamine sering disebut
dengan
speed, shabu-shabu, whiz, dan sulph. Golongan stimulan lainnya
adalah
halusinogen yang dapat mengubah perasaan dan pikiran sehingga
perasaan
dapat terganggu. Sedative dan hipnotika seperti barbiturat dan
benzodiazepine
merupakan golongan stimulan yang dapat mengakibatkan
rusaknya
daya ingat dan kesadaran, ketergantungan secara fisik dan
psikologis
bila digunakan dalam waktu lama.
3.
Zat Adiktif Lainnya
Zat
adiktif lainnya adalah zat, bahan kimia, dan biologi dalam bentuk
tunggal
maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan
lingkungan
hidup secara langsung dan tidak langsung yang mempunyai
sifat
karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif, dan iritasi. Bahanbahan
berbahaya
ini adalah zat adiktif yang bukan termasuk ke dalam
narkotika
dan psikoropika, tetapi mempunyai pengaruh dan efek merusak
fisik
seseorang jika disalahgunakan (Wresniwiro dkk. 1999). Adapun
yang
termasuk zat adiktif ini antara lain: minuman keras (minuman
beralkohol)
yang meliputi minuman keras golongan A (kadar ethanol 1%
sampai
5%) seperti bir, green sand; minuman keras golongan B (kadar
ethanol
lebih dari 5% sampai 20%) seperti anggur malaga; dan minuman
Asuhan
Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa
5
keras
golongan C (kadar ethanol lebih dari 20% sampai 55%) seperti
brandy,
wine, whisky. Zat dalam alkohol dapat mengganggu aktivitas
sehari-hari
bila kadarnya dalam darah mencapai 0,5% dan hampir semua
akan
mengalami gangguan koordinasi bila kadarnya dalam darah 0,10%
(Marviana
dkk. 2000). Zat adiktif lainnya adalah nikotin, votaile, dan
solvent/inhalasia.
D.
Faktor Penyebab Penyalahgunaan NAPZA
Harboenangin
(dikutip dari Yatim, 1986) mengemukakan ada beberapa
faktor
yang menyebabkan seseorang menjadi pecandu narkoba yaitu
faktor
eksternal dan faktor internal.
1.
Faktor Internal
a.
Faktor Kepribadian
Kepribadian
seseorang turut berperan dalam perilaku ini. Hal ini lebih
cenderung
terjadi pada usia remaja. Remaja yang menjadi pecandu
biasanya
memiliki konsep diri yang negatif dan harga diri yang rendah.
Perkembangan
emosi yang terhambat, dengan ditandai oleh
ketidakmampuan
mengekspresikan emosinya secara wajar, mudah cemas,
pasif,
agresif, dan cenderung depresi, juga turut mempengaruhi. Selain
itu,
kemampuan untuk memecahkan masalah secara adekuat berpengaruh
terhadap
bagaimana ia mudah mencari pemecahan masalah dengan cara
melarikan
diri.
b.
Inteligensia
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa inteligensia pecandu yang datang
untuk
melakukan konseling di klinik rehabilitasi pada umumnya berada
pada
taraf di bawah rata-rata dari kelompok usianya.
c.
Usia
Mayoritas
pecandu narkoba adalah remaja. Alasan remaja menggunakan
narkoba
karena kondisi sosial, psikologis yang membutuhkan pengakuan,
dan
identitas dan kelabilan emosi; sementara pada usia yang lebih tua,
narkoba
digunakan sebagai obat penenang.
d.
Dorongan Kenikmatan dan Perasaan Ingin Tahu
Narkoba
dapat memberikan kenikmatan yang unik dan tersendiri.
Mulanya
merasa enak yang diperoleh dari coba-coba dan ingin tahu atau
ingin
merasakan seperti yang diceritakan oleh teman-teman sebayanya.
Lama
kelamaan akan menjadi satu kebutuhan yang utama.
Bab
1: Asuhan Keperawatan Klien dengan Penyalahgunaan dan Ketergantungan...
6
e.
Pemecahan Masalah
Pada
umumnya para pecandu narkoba menggunakan narkoba untuk
menyelesaikan
persoalan. Hal ini disebabkan karena pengaruh narkoba
dapat
menurunkan tingkat kesadaran dan membuatnya lupa pada
permasalahan
yang ada.
2.
Faktor Eksternal
a.
Keluarga
Keluarga
merupakan faktor yang paling sering menjadi penyebab
seseorang
menjadi pengguna narkoba. Berdasarkan hasil penelitian tim
UKM
Atma Jaya dan Perguruan Tinggi Kepolisian Jakarta pada tahun
1995,
terdapat beberapa tipe keluarga yang berisiko tinggi anggota
keluarganya
terlibat penyalahgunaan narkoba, yaitu:
1)
Keluarga yang memiliki riwayat (termasuk orang tua) mengalami
ketergantungan
narkoba.
2)
Keluarga dengan manajemen yang kacau, yang terlihat dari
pelaksanaan
aturan yang tidak konsisten dijalankan oleh ayah dan
ibu
(misalnya ayah bilang ya, ibu bilang tidak).
3)
Keluarga dengan konflik yang tinggi dan tidak pernah ada upaya
penyelesaian
yang memuaskan semua pihak yang berkonflik.
Konflik
dapat terjadi antara ayah dan ibu, ayah dan anak, ibu dan
anak,
maupun antar saudara.
4)
Keluarga dengan orang tua yang otoriter. Dalam hal ini, peran
orang
tua sangat dominan, dengan anak yang hanya sekedar harus
menuruti
apa kata orang tua dengan alasan sopan santun, adat
istiadat,
atau demi kemajuan dan masa depan anak itu sendiri –
tanpa
diberi kesempatan untuk berdialog dan menyatakan
ketidaksetujuannya.
5)
Keluarga yang perfeksionis, yaitu keluarga yang menuntut
anggotanya
mencapai kesempurnaan dengan standar tinggi yang
harus
dicapai dalam banyak hal.
6)
Keluarga yang neurosis, yaitu keluarga yang diliputi kecemasan
dengan
alasan yang kurang kuat, mudah cemas dan curiga, sering
berlebihan
dalam menanggapi sesuatu.
b.
Faktor Kelompok Teman Sebaya (Peer Group)
Kelompok
teman sebaya dapat menimbulkan tekanan kelompok, yaitu
cara
teman-teman atau orang-orang seumur untuk mempengaruhi
seseorang
agar berperilaku seperti kelompok itu. Peer group terlibat lebih
banyak
dalam delinquent dan penggunaan obat-obatan. Dapat dikatakan
bahwa
faktor-faktor sosial tersebut memiliki dampak yang berarti kepada
keasyikan
seseorang dalam menggunakan obat-obatan, yang kemudian
mengakibatkan
timbulnya ketergantungan fisik dan psikologis.
Asuhan
Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa
7
Sinaga
(2007) melaporkan bahwa faktor penyebab penyalahgunaan
NAPZA
pada remaja adalah teman sebaya (78,1%). Hal ini menunjukkan
betapa
besarnya pengaruh teman kelompoknya sehingga remaja
menggunakan
narkoba. Hasil penelitian ini relevan dengan studi yang
dilakukan
oleh Hawari (1990) yang memperlihatkan bahwa teman
kelompok
yang menyebabkan remaja memakai NAPZA mulai dari tahap
coba-coba
sampai ketagihan.
c.
Faktor Kesempatan
Ketersediaan
narkoba dan kemudahan memperolehnya juga dapat disebut
sebagai
pemicu seseorang menjadi pecandu. Indonesia yang sudah
menjadi
tujuan pasar narkoba internasional, menyebabkan obat-obatan ini
mudah
diperoleh. Bahkan beberapa media massa melaporkan bahwa para
penjual
narkotika menjual barang dagangannya di sekolah-sekolah,
termasuk
di Sekolah Dasar. Pengalaman feel good saat mencoba drugs
akan
semakin memperkuat keinginan untuk memanfaatkan kesempatan
dan
akhirnya menjadi pecandu. Seseorang dapat menjadi pecandu karena
disebabkan
oleh beberapa faktor sekaligus atau secara bersamaan. Karena
ada
juga faktor yang muncul secara beruntun akibat dari satu faktor
tertentu.
E.
Tanda dan Gejala
Pengaruh
NAPZA pada tubuh disebut intoksikasi. Selain intoksikasi, ada
juga
sindroma putus zat yaitu sekumpulan gejala yang timbul akibat
penggunaan
zat yang dikurangi atau dihentikan. Tanda dan gejala
intoksikasi
dan putus zat berbeda pada jenis zat yang berbeda.